Headlines

Pengakuan Terlarang Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

Posted by Cerita apa | Minggu, 04 Oktober 2015 | Posted in , ,

 

KendengPos.Com~Wawancara Khusus bersama Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkait isu-isu terkini.

Tim FK UGM Raih Juara 1 Olimpiade Fisiologi Internasional di Malaysia

Posted by Cerita apa | | Posted in , ,

KendengPos.Com~Tim Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) Yogyakarta mengharumkan nama bangsa dengan berhasil meraih juara 1 Olimpiade Fisiologi Tingkat Internasional, 13th Inter-Medical School Physiology Quiz (IMSPQ) yang diadakan pada 11-14 Agustus 2015 di Universiti of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Tim FK UGM yang membanggakan tersebut terdiri dari lima mahasiswa angkatan 2014, yakni Marcellus Korompis, Francisco Gilbert T, Moh. Galih Pratama, Widyan putra Anantawikrama, dan Danny Agus Pramana W.
Anantawikrama mengatakan bahwa tim mereka berhasil menang setelah melalui proses seleksi yang cukup ketat dari Desember 2014 hingga Maret 2015. Mereka tidak lepas mendapat bimbingan dari dosen-dosen di bagian Ilmu Faal FK UGM, seperti  Dr. dr. Denny Agustiningsih, M.Kes., AIFM., dr. Ginus Partadiredja, M.Sc., Ph.D., AIFM., dr. Sri Lestari Sulistyorini, M.Sc dan dr. Rahmaningsih Mara Sabirin.
“Syukurlah upaya keras kami selama 6 bulan terakhir dibayar dengan kemenangan,” ujar Anantawikrama.
Tim UGM berhasil meraih kemenangan setelah mengalahkan 92 tim lainnya, baik dari Asia maupun Eropa. IMSPQ terdiri dari tes tertulis maupun lisan yang menyangkut bidang ilmu faal manusia. Dalam kompetisi tersebut tidak ada sistem gugur pada tes tertulis di hari pertama. Skor tertulis digunakan untuk menentukan peringkat tim pada kompetisi lisan di hari kedua.
“Salah satu resep kemenangan kami adalah banyak belajar dengan kakak angkatan maupun soal-soal tahun sebelumnya,” terangnya.


Sementara itu salah satu dosen pembimbing tim, Dr. dr. Denny Agustiningsih, M.Kes., AIFM., menjelaskan bahwa IMSPQ merupakan kompetisi bergengsi tingkat internasional di bidang faal manusia, yang tahun ini merupakan penyelenggaraan yang ke-13 sejak digelar setiap tahun sejak 2003 lalu.
“Belum ada kompetisi bergengsi di bidang faal manusia seperti IMSPQ ini,” imbuh Denny.
Setiap tahun tim FK UGM selalu menunjukkan peningkatan prestasi dalam kompetisi ini. Tahun lalu mereka berhasil meraih juara 4 pada IMSPQ tersebut. Atas torehan prestasi FK UGM yang selalu menempati 8 besar dan meningkat setiap tahun maka FK UGM dipercaya menjadi tuan rumah IMSPQ ke-14 pada 29-30 Juli 2016. “Tahun depan akan menjadi ajang IMSPQ yang pertama kali diadakan diluar Malaysia,”pungkasnya.

Sumber: www.ugm.ac.id

Mengenal Lebih Dekat KH. Maimoen Zubair

Posted by Cerita apa | | Posted in , , ,

K.H. Maimoen Zubaer
KendengPos.Com~KH. Maimoen Zubair dilahirkan di Karangmangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928. Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Dan siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian. Pada umur 25 tahun, beliau menikah dan selanjutnya menjadi kepala pasar Sarang selama 10 tahun.
Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu tersinergi secara padan dan seimbang.
Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.
Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.

Pendidikan
Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita ia sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain.
Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’i, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.

Silsilah Keilmuan
Pada tahun kemerdekaan, 1945, beliau memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh ke Pondok Pesanyren Lirboyo Kediri dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manab. Selain kepada Mbah Manab, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi. Di pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan.

Menuntut Ilmu di Mekkah
Tanpa kenal batas, beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib. Tidak hanya satu, semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak orang ternama dibidangnya, antara lain:
1. Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
2. Syekh Al Imam Hasan Al-Masysyath
3. Sayyid Amin Al Quthbi
4. Syekh Yasin bin Isa Al  Fadani
5. Syekh Abdul Qodir Al Mandily dan masih banyak lagi.

Menuntut Ilmu di Ulama Besar Jawa
Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al  Mukarromah. Sekembalinya dari Tanah Suci, beliau masih melanjutkan semangatnya untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, beliau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada ulama-ulama’ besar tanah Jawa saat itu. Diantara yang bisa disebut namanya adalah:
1. KH Zubair Dahlan, ayah
2. KH Baidlowi bin KH. Abdul Aziz (mertua beliau), Lasem
3. KH Ma’shum, Lasem
4. KH Ali Ma’shum, Krapyak, Jogjakarta.
5. KH Bisri Mustofa, Rembang
6. KH A. Wahab Hasbullah
7. KH Mushlih, Mranggen Demak
8. KH Abbas Djamil, Buntet, Cirebon
9. Sayikh Ihsan, Jampes, Kediri
10. KH Abul Fadhol, Senori
11. KH Wahib Wahab
12. KH Bisri Syansuri
13. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al Alawy, Malang
14. Habib Ali bin Ahmad Alathos, Pekalongan
15. KH. Tohir Wijaya, Blitar
16. KH Abdul Hamid, Pasuruan
17. KH. Chudlori, Tegalrejo
18. KHR Asnawi, Kudus
19. KH. Abul Khoir, Senori
20. Syekh Dr. Dhiya’uddin bin Najmuddin bin Syekh Alquthub Muhammad Amin Al Kurdi Al Mishri
21. KH. Imron Rosyadi, Beliau belajar politik dan budaya.
22. Dan lain-lain.

Penerus Beliau
Putra putra beliau antara lain:
KH. Abdullah Ubab
KH. Muhammad Najih
KH. Majid Kamil
KH. DR. Abdul Ghofur
KH. Abdur Rouf
KH. Ahmad Wafi
KH. Taj Yasin
KH. Muhammad Idror,
dan dua putri, yaitu:
Hj. Sobihah (Istri KH.Mustofa Aqil Siraj, Cirebon)
Hj. Rodhiyatul Ghorro’ (Istri KH. Zuhrul Anam Hisyam, Banyumas)
Para Mutakhorijin PP.AL Anwar di bawah didikan beliau, diantaranya:
1. KH. Hamid Baidlowi pengasuh ponpes Al-Wahdah Lasem Rembang.
2. KH. Imam Yahya bin KH.Mahrus Ali, pengasuh PP. Lirboyo Kediri.
3. KH. Nashiruddin Qodir  pengasuh PP. Darut Tauhid Al-Alawiyyah Sendang Senori Tuban.
4. KH. Khumaidi pengasuh PP. As-Shiddiqiyyah Narukan Rembang.
5. KH. Nur Hisyam pengasuh PP. Zainul Arifin Sedang Rembang.
6. KH. Mabruk Sidiq pengasuh PP. Darut Tauhid Al Alawi Sendang Senori Tuban.
7. KH. Azkari pengasuh PP. Syarifuddin, Aring Pasuruan.
8. KH. Ahmad Ja’far bin Muhammad Busri pengasuh pondok pesantren dan majlis Ta’lim di Bulungan Pasuruan.
9. KH. Abu Amir pengasuh PP. Lekupit Bulu Sari Pasuruan.
10. KH. Ja’far Aqil Siroj pengasuh PP. Kempek Cirebon.
11. KH. Sadid Jauhari pengasuh PP. Assuniyyah Kencong Jember.
12. KH. Imam Suyuthi pengasuh PP. Ibrohimiyyah
13. KH. Suyuthi pengasuh PP. Ansya’ul Huda dan menantunya Ustadz Ibnu Shodiq di Tegal Dilumo Banyuwangi.
14. KH. Izzuddin dan
15. KH. Nashiruddin masyayeh Buntet Cirebon
16. KH. Syukron pengasuh PP. Ketanggi Pasuruan.
17. KH. Nashir Badrussholeh pengasuh PP. Al Hikmah Purwoasri Kediri.
18. KH. Nashir Abdul Fatah salah satu pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang.
19. KH. Abdul Wahid Zuhdi pengasuh PP. Bandung Sari Porwodadi.
20. KH. Anwar Maksum Siroj pengasuh PP. Al Anwariah Cirebon
21. KH. M. Fatih Muhklis pengasuh PP. Mathlaul Anwar Cirebon.
22. Ustadz Ismail Zainuddin pengasuh PP. Tempel Sari Wonosobo
23. KH. Abdurrohman pengasuh PP. Usmaniah Buinong Pekalongan
24. KH. Abdul Adzim pengasuh PP Al Kholili Kepang Madura
25. KH. Faruq Zain pengasuh PP Al Kaukabus Sathi’ Karas Sedan Rembang
26. KH. Ansori pengasuh PP Sirojul Muhlasin Payaman Magelang
27. KH. Ahmad Khafidi Sumenep Madura
28. KH. Hammadullah Dimyati pengasuh PP  Nahdhotul Tullab Seruno Banyuwangi
29. KH. Abdul Hamzah Juwaini pengasuh PP  Tretek Kediri
30. KH. Maimoen Nur pengasuh PP  Tsamrotul Roudhoh Banyuwangi.
31. KH. Syafi’ Misbah pengasuh PP. Al Hidayah Tanggulangin Sidoarjo
32. KH. Hamzah Hasan pengasuh PP. Tambihul Ghofilin Mantri Anom Banjarnegara
33. KH. Muhammad Husni Sa’id pengasuh PP. Majlisut Ta’lim dan Da’wah At Tauhidiyyah Giren Tegal.
34. KH. Mustofa Aqil, Pengasuh PP. Kempek  Cirebon
35. KH. Zuhrul Anam Hisyam Pengasuh PP. At Taujih Al Islamy Leler Banyumas.
36. KH. Sholahuddin Munsif Kencong Jember.
37. KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim, pengasuh PP. LP3IA Narukan Kragan Rembang.
38. KH. Ahmad Nawawi Cholil, pengasuh PP. An Nawawiyyah Rembang.
39. KH. Mizan Basyari, pengasuh PP. Kebonsari Madiun.
40. KH. A’wani, Rois Syuriah PWNU Jateng.
41. Dan lain-lain.

Jasa dan Karya Beliau
Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada di Sarang.
Keharuman nama dan kebesaran beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil “jadi orang” karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren beliau. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang beliau miliki tidak cuma membesarkan jiwa beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau.
Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH. Ubab Maimoen. Dan sekitar tahun 2013 PP. Al Anwar berkembang lagi dengan berdirinya PP. Al Anwar 3, yang kemudian diasuh oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen.
PP Al Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH. Maimun Zubair pada tahun 1967. Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH. Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla. Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C.
Komplek B dikembangkan oleh KH. Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah. Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh KH. Maimun Zubair, putra KH. Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan.
Perkembangan jumlah santri PP. Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik. Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina. Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain. Terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP. Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP. Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.

Tokoh Nasional Tradisional
Mbah Moen banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.
Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD kabupaten Rembang selama 7 tahun. Setelah berakhirnya masa tugas, beliau mulai berkonsentrasi mengurus pondoknya yang baru berdiri selama sekitar 7 atau 8 tahun. Tapi rupanya tenaga dan pikiran beliau masih dibutuhkan oleh negara sehingga beliau diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jateng selama tiga periode. Dalam dinia politik beliau tergolong kiyai yang adem-ayem. Di saat NU sedang ramai mendirkan PKB (1998) Mbah Moen lebih memilih diam dan istiqomah di PPP, partai dengan gambar Ka’bah.
Pada tahun 1977, KH. Maimun Zubair mengembangkan pesantren dengan mendirikan PP putri Al-Anwar. berawal dari sebidang tanah yang dimiliki dan hasil pembelian tanah milik tetangga, beliau termotivasi akan kondisi masyarakat sekitar pada saat itu yang belum rutin mengerjakan sholat 5 waktu serta minimnya kemampuan mereka dalam membaca Al Qur’an. Sebagai langkah awal, lalu dibangunlah sebuah musholla di belakang rumah yang semula berdindingkan anyaman bambu. Kini jumlah santri PP. Al Anwar putra dan putri diperkirakan sekitar 6000-7000 santri.
Wallahu A’lam.
Sumber: Wiki.Aswaja.NU

Sosialisasi Penggunaan Dana Desa Kepada Seluruh Kades di Pati

Posted by Cerita apa | Sabtu, 03 Oktober 2015 | Posted in , , ,

Desa

KendengPos.Com-Untuk memberikan wawasan dan penjelasan tentang seluk beluk mengenai penganggaran, pengalokasian, pemanfaatan, penyaluran, monitoring serta evaluasi dana desa, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Dr. Boediarso Teguh Widodo, ME mendampingi Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Djoko Udjianto, MM. melakukan sosialisasi kebijakan dana desa pada seluruh Kepala Desa di kabupaten Pati, bertempat di Pendopo, Sabtu (3/10/2015).

Ia mengutarakan pentingnya pengetahuan tersebut bagi para pemangku kepentingan yang terlibat pengalokasian dana desa. “Infomasi ini wajib diketahui para pemangku kepentingan pengalokasian dana desa mulai dari pemerintah daerah sampai kepada para kepala desa, lebih-lebih kepala desa yang merupakan ujung tombak dari pelaksanaan dana desa,” kata Boediarso pada harianpati.com.

Tahun ini, 401 desa di seluruh kab. Pati rata-rata akan menerima dana desa sekitar Rp. 277 juta yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, sumber kemakmuran masyarakat, sumber penciptaan lapangan kerja, dan sumber penghasilan masyarakat.

Ia menggambarkan, jika dari total anggaran tersebut digunakan untuk empat proyek pembangunan desa, maka satu proyek memiliki anggaran sekitar 70 juta rupiah.
“Dengan empat proyek yang tiap proyeknya bisa menyerap hingga 40 tenaga kerja dari penduduk setempat, dan diberi upah sebesar Rp 50.000,- maka dalam 10 hari saja, sudah bisa memberi tambahan penghasilan bagi warga desa sebesar Rp 500.000,-. Lumayan kan? Apalagi biaya hidup di desa tidak tinggi,” paparnya.

Sedangkan sisanya dialokasikan di bidang lainnya, sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri tentang penyaluran dan penggunaan dana desa yang harus dipatuhi meliputi tiga prinsip.

“Satu untuk rehabilitasi pembangunan sarana prasarana dasar, seperti jalan desa, jembatan, irigasi, dan posyandu. Kedua untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti di bidang pendidikan baik Paud, Polindes, ataupun Posyandu. Ketiga untuk pemberdayaan masyarakat dengan mengembangkan ekonomi local seperti untuk pembentukan badan usaha desa, baik pertanian, tenun, dan bisa juga berupa pembinaan kelompok-kelompok usaha desa lainnya,” jelasnya.
Dengan demikian, dana desa diharapkan bisa produktif sekaligus mampu mendorong percepatan ekonomi nasional. Selain tercapainya pembangunan di tingkat desa, juga mampu membuka banyak lapangan kerja baru.

“Prinsipnya dana desa dikelola dengan swakelola. Menggunakan bahan baku material setempat dan padat karya. Ini adalah bentuk stimulant baru untuk menghadapi perlambatan ekonomi. Sehingga bisa menjadi sumber pertumbuhan baru bagi daerah, sesuai cita nasional untuk membangun dari pinggir, dari daerah, dari pedesaan,” tegasnya.
Sementara itu, Djoko Udjianto menekankan kepada Kepala Desa untuk menggunakan dana desa secara bijak dan tertib administrasi.

“Jangan sampai ada salah pengelolaan dana desa ini. Saya tidak takutkan niat jelak dari kepala desa karena saya yakin para Kades akan menggunakan dana tersebut untuk pembangunan di desa. Yang saya takutkan tertib administrasinya,” katanya.
Jika perencanaan sudah baik hingga pelaksanaannya, ia mengajak para Kades untuk tidak ragu-ragu berjuang demi kesejahteraan masyarakat di desa.

Sumber : www.harianpati.com






Dialektika Ujian Nasional

Posted by Cerita apa | | Posted in , , ,

Lingkar Studi Muballigh, Dialektika Ujian Nasional, Jumat, 26 Desember 2014 di Masjid Gandok Mulia, PP Takwinul Muballighin.


Dialektika Ujian Nasional
oleh: Vivit Nur Arista Putra

ilustrasi
Jika dicermati pro kontra UN hanya mengemuka setiap akhir pergantian tahun ajaran baru saja, diantara setumpuk problem pendidikan kita. Adapun dasar pelaksanaan UN tertera jelas dalam PP 19/2005 Standar Nasional Pendidikan BAB X tentang Standar Penilaian Pendidikan pasal 68. Pada pasal tersebut diputuskan hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk; pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan atau satuan pendidikan dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peraturan Pemerintah yang baru PP No. 10/ 2010 yang isinya menyatakan peserta didik yang tak lulus ujian nasional dapat melakukan ujian ulangan malah menunjukkan mulai melunaknya sikap pemerintah karena mendapat tekanan dari banyak pihak yang menolak penerapan UN sebagai wujud evaluasi.

                Jika pembaca kritis mengkaji sebenarnya UN mengabaikan pendidik sebagai evaluator pendidikan. UU Sisdiknas BAB XVI perihal evaluasi pendidikan pasal 58 mengungkapkan Evaluasi hasil belajar mengajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara kesinambungan. Kedua, dipilihnya mata pelajaran (mapel) tertentu saja yang diujikan dengan standar kelulusan nasional menjadikan anak berfikir konvergen (satu arah) dan cenderung mengabaikan mapel lain. Ketiga, penyelenggaraan UN selama tiga hari atau dua jam per hari tidaklah menghargai proses belajar mengajar peserta didik selama tiga tahun. Keempat, Jika UN terus berlangsung, efek mendasarnya akan merusak sistem pendidikan. Bayangkan, menjelang UN per sekolah pasti akan menggelar uji coba (try out). Hal ini tentu mengurangi beban belajar yang mestinya diperoleh siswa. Proses belajar mengajar seperti bimbingan belajar yang hanya diajari trik pemecahan soal dengan kisi-kisi yang disiapkan akibatnya ruh keilmuan yang ditularkan seakan tiada.

          Insiden UN ini juga berimbas pada psikis atau mental pendidik dan peserta didik. Cara pandang dan cara mengajar guru menjadi pragmatis. Mengukur keberhasilan dari segi hasil, bukan serangkaian proses. Sekolah pun akhirnya hanya akan memfokuskan proses belajar-mengajar pada mapel yang diujikan di UN, karena hasil UN menyangkut prestise satuan pendidikan. Peserta didik pun demikian, pola belajar mereka menjadi monoton satu arah pada mapel yang ditawarkan di UN dan kemungkinan besar mengabaikan mapel lainnya. Inilah yang berpotensi memunculkan kecurangan massal, antara pendidik, peserta didik, bahkan sekolah. Kesemuanya dilakukan demi satu kata pragmatis; lulus.






Revisi UN, Terapkan KTSP
           Polemik ujian nasional mencapai klimaksnya ketika Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan pemerintah atas perkara ujian nasional. Keputusan ini didasari pertimbangan yang matang, bahwa pemerintah memang belum meningkatkan kualitas pendidik secara merata, sarana prasarana yang komplit, dan akses informasi yang menyeluruh hingga daerah pedalaman. Jika dinalar inilah problem pendidikan yang sesungguhnya, UN hanyalah persoalan yang mengapung di akhir tahun saja dalam evaluasi pendidikan.
           Malangnya pemerintah masih saja berkilah bahwa ketiga hal di muka dalam proses renovasi. Tapi sampai kapan? Tentu inilah pertanyaan publik yang mengemuka. Mengingat sudah 64 tahun negeri ini merdeka, tetapi layanan pendidikan masih jauh dari asa. Maka perhelatan UN menjadi sangat diskriminatif, karena kemampuan antardaerah sangat timpang dalam memenuhi delapan standar pendidikan sesuai PP No.19/2005 yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Provinsi berkota besar umumnya sudah memenuhi prasyarat di atas. Tetapi bagi daerah pedalaman sangatlah bertolak belakang. Alur nalarnya seharusnya, pemerintah melengkapi terlebih dahulu delapan standar pendidikan sebelum mengeluarkan kebijakan UN.
             Mencermati dan menyadari beragamnya potensi satuan pendidikan, sudah sepantasnya pemerintah menyerahkan mekanisme pendidikan dan evaluasinya pada sekolah masing-masing. Apa gunanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dicetuskan sejak 2006 jika tidak dilaksanakan. KTSP memberikan kesempatan lebih kepada sekolah dan pendidik untuk mengelola pendidikan secara mandiri sebagai konseku
ensi dari desentralisasi pendidikan, yang dikembangkan berdasarkan potensi, kebutuhan, kepentingan pendidik, dan lingkungan setempat.

Oleh sebab itu, evaluasi pendidikan menurut PP No. 19/ 2005 yang bermakna "kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan", haruslah dikembalikan pada satuan pendidikan setempat sebagai konsekuensi logis penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yakni memberi otonomi pada sekolah, dan menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mengembangkan KTSP secara serentak.