Tim FK UGM Raih Juara 1 Olimpiade Fisiologi Internasional di Malaysia
Posted by Cerita apa | | Posted in gallery, Pendidikan, ragam
KendengPos.Com~Tim Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) Yogyakarta
mengharumkan nama bangsa dengan berhasil meraih juara 1 Olimpiade
Fisiologi Tingkat Internasional, 13th Inter-Medical School
Physiology Quiz (IMSPQ) yang diadakan pada 11-14 Agustus 2015 di
Universiti of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Tim FK UGM yang membanggakan tersebut terdiri dari lima mahasiswa angkatan 2014, yakni Marcellus Korompis, Francisco Gilbert T, Moh. Galih Pratama, Widyan putra Anantawikrama, dan Danny Agus Pramana W.
Anantawikrama mengatakan bahwa tim mereka berhasil menang setelah
melalui proses seleksi yang cukup ketat dari Desember 2014 hingga Maret
2015. Mereka tidak lepas mendapat bimbingan dari dosen-dosen di bagian
Ilmu Faal FK UGM, seperti Dr. dr. Denny Agustiningsih, M.Kes., AIFM.,
dr. Ginus Partadiredja, M.Sc., Ph.D., AIFM., dr. Sri Lestari
Sulistyorini, M.Sc dan dr. Rahmaningsih Mara Sabirin.
“Syukurlah upaya keras kami selama 6 bulan terakhir dibayar dengan kemenangan,” ujar Anantawikrama.
Tim UGM berhasil meraih kemenangan setelah mengalahkan 92 tim
lainnya, baik dari Asia maupun Eropa. IMSPQ terdiri dari tes tertulis
maupun lisan yang menyangkut bidang ilmu faal manusia. Dalam kompetisi
tersebut tidak ada sistem gugur pada tes tertulis di hari pertama. Skor
tertulis digunakan untuk menentukan peringkat tim pada kompetisi lisan
di hari kedua.
“Salah satu resep kemenangan kami adalah banyak belajar dengan kakak angkatan maupun soal-soal tahun sebelumnya,” terangnya.
Sementara itu salah satu dosen pembimbing tim, Dr. dr. Denny
Agustiningsih, M.Kes., AIFM., menjelaskan bahwa IMSPQ merupakan
kompetisi bergengsi tingkat internasional di bidang faal manusia, yang
tahun ini merupakan penyelenggaraan yang ke-13 sejak digelar setiap
tahun sejak 2003 lalu.
“Belum ada kompetisi bergengsi di bidang faal manusia seperti IMSPQ ini,” imbuh Denny.
Setiap tahun tim FK UGM selalu menunjukkan peningkatan prestasi dalam
kompetisi ini. Tahun lalu mereka berhasil meraih juara 4 pada IMSPQ
tersebut. Atas torehan prestasi FK UGM yang selalu menempati 8 besar dan
meningkat setiap tahun maka FK UGM dipercaya menjadi tuan rumah IMSPQ
ke-14 pada 29-30 Juli 2016. “Tahun depan akan menjadi ajang IMSPQ yang pertama kali diadakan diluar Malaysia,”pungkasnya.
Sumber: www.ugm.ac.id
Mengenal Lebih Dekat KH. Maimoen Zubair
Posted by Cerita apa | | Posted in gallery, Head, ragam, Sosok
K.H. Maimoen Zubaer |
KendengPos.Com~KH. Maimoen Zubair dilahirkan di
Karangmangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya’ban tahun 1347 H atau 1348H
atau 28 Oktober 1928. Beliau adalah putra pertama dari Kyai Zubair. Dan
siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen,
Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta
Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu.
Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang
merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama yang
kharismatis yang teguh memegang pendirian. Pada umur 25 tahun, beliau
menikah dan selanjutnya menjadi kepala pasar Sarang selama 10 tahun.
Mbah Moen, begitu orang biasa
memanggilnya, adalah insan yang lahir dari gesekan permata dan intan.
Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari
kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. Kasih
sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali
berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua itu
tersinergi secara padan dan seimbang.
Kerasnya kehidupan pesisir tidak membuat
sikapnya ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi
yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini
beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan
kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap
pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya.
Kesehariannya adalah aktualisasi dari
semua itu. Walau banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional,
tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula.
Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah
masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami
dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di
pesantren sekalipun.
Pendidikan
Kematangan ilmunya tidak ada satupun
yang meragukan. Sebab sedari balita ia sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu
agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya
untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq,
Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain.
Kecemerlangan demi kecermelangan tidak
heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda,
kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadzam,
diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan
Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl.
Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab
Asy-Syafi’i, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain
sebagainya.
Silsilah Keilmuan
Pada tahun kemerdekaan, 1945, beliau
memulai pengembaraannya guna ngangsu kaweruh ke Pondok Pesanyren Lirboyo
Kediri dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah
Manab. Selain kepada Mbah Manab, beliau juga menimba ilmu agama dari KH.
Mahrus Ali juga KH. Marzuqi. Di pondok Lirboyo, pribadi yang sudah
cemerlang ini masih diasah pula selama kurang lebih lima tahun. Waktu
yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi tentu masih belum cukup
untuk menegak habis ilmu pengetahuan.
Menuntut Ilmu di Mekkah
Tanpa kenal batas, beliau tetap
menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu agama. Sampai pada akhirnya,
saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti panggilan jiwanya untuk
mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini diiringi oleh
kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib. Tidak hanya satu, semua
mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian
banyak orang ternama dibidangnya, antara lain:
1. Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
2. Syekh Al Imam Hasan Al-Masysyath
3. Sayyid Amin Al Quthbi
4. Syekh Yasin bin Isa Al Fadani
5. Syekh Abdul Qodir Al Mandily dan masih banyak lagi.
Menuntut Ilmu di Ulama Besar Jawa
Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah
Al Mukarromah. Sekembalinya dari Tanah Suci, beliau masih melanjutkan
semangatnya untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah
dari Arab, beliau masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya
dengan belajar kepada ulama-ulama’ besar tanah Jawa saat itu. Diantara
yang bisa disebut namanya adalah:
1. KH Zubair Dahlan, ayah
2. KH Baidlowi bin KH. Abdul Aziz (mertua beliau), Lasem
3. KH Ma’shum, Lasem
4. KH Ali Ma’shum, Krapyak, Jogjakarta.
5. KH Bisri Mustofa, Rembang
6. KH A. Wahab Hasbullah
7. KH Mushlih, Mranggen Demak
8. KH Abbas Djamil, Buntet, Cirebon
9. Sayikh Ihsan, Jampes, Kediri
10. KH Abul Fadhol, Senori
11. KH Wahib Wahab
12. KH Bisri Syansuri
13. Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Al Alawy, Malang
14. Habib Ali bin Ahmad Alathos, Pekalongan
15. KH. Tohir Wijaya, Blitar
16. KH Abdul Hamid, Pasuruan
17. KH. Chudlori, Tegalrejo
18. KHR Asnawi, Kudus
19. KH. Abul Khoir, Senori
20. Syekh Dr. Dhiya’uddin bin Najmuddin bin Syekh Alquthub Muhammad Amin Al Kurdi Al Mishri
21. KH. Imron Rosyadi, Beliau belajar politik dan budaya.
22. Dan lain-lain.
Penerus Beliau
Putra putra beliau antara lain:
KH. Abdullah Ubab
KH. Muhammad Najih
KH. Majid Kamil
KH. DR. Abdul Ghofur
KH. Abdur Rouf
KH. Ahmad Wafi
KH. Taj Yasin
KH. Muhammad Idror,
dan dua putri, yaitu:
Hj. Sobihah (Istri KH.Mustofa Aqil Siraj, Cirebon)
Hj. Rodhiyatul Ghorro’ (Istri KH. Zuhrul Anam Hisyam, Banyumas)
Para Mutakhorijin PP.AL Anwar di bawah didikan beliau, diantaranya:
1. KH. Hamid Baidlowi pengasuh ponpes Al-Wahdah Lasem Rembang.
2. KH. Imam Yahya bin KH.Mahrus Ali, pengasuh PP. Lirboyo Kediri.
3. KH. Nashiruddin Qodir pengasuh PP. Darut Tauhid Al-Alawiyyah Sendang Senori Tuban.
4. KH. Khumaidi pengasuh PP. As-Shiddiqiyyah Narukan Rembang.
5. KH. Nur Hisyam pengasuh PP. Zainul Arifin Sedang Rembang.
6. KH. Mabruk Sidiq pengasuh PP. Darut Tauhid Al Alawi Sendang Senori Tuban.
7. KH. Azkari pengasuh PP. Syarifuddin, Aring Pasuruan.
8. KH. Ahmad Ja’far bin Muhammad Busri pengasuh pondok pesantren dan majlis Ta’lim di Bulungan Pasuruan.
9. KH. Abu Amir pengasuh PP. Lekupit Bulu Sari Pasuruan.
10. KH. Ja’far Aqil Siroj pengasuh PP. Kempek Cirebon.
11. KH. Sadid Jauhari pengasuh PP. Assuniyyah Kencong Jember.
12. KH. Imam Suyuthi pengasuh PP. Ibrohimiyyah
13. KH. Suyuthi pengasuh PP. Ansya’ul Huda dan menantunya Ustadz Ibnu Shodiq di Tegal Dilumo Banyuwangi.
14. KH. Izzuddin dan
15. KH. Nashiruddin masyayeh Buntet Cirebon
16. KH. Syukron pengasuh PP. Ketanggi Pasuruan.
17. KH. Nashir Badrussholeh pengasuh PP. Al Hikmah Purwoasri Kediri.
18. KH. Nashir Abdul Fatah salah satu pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang.
19. KH. Abdul Wahid Zuhdi pengasuh PP. Bandung Sari Porwodadi.
20. KH. Anwar Maksum Siroj pengasuh PP. Al Anwariah Cirebon
21. KH. M. Fatih Muhklis pengasuh PP. Mathlaul Anwar Cirebon.
22. Ustadz Ismail Zainuddin pengasuh PP. Tempel Sari Wonosobo
23. KH. Abdurrohman pengasuh PP. Usmaniah Buinong Pekalongan
24. KH. Abdul Adzim pengasuh PP Al Kholili Kepang Madura
25. KH. Faruq Zain pengasuh PP Al Kaukabus Sathi’ Karas Sedan Rembang
26. KH. Ansori pengasuh PP Sirojul Muhlasin Payaman Magelang
27. KH. Ahmad Khafidi Sumenep Madura
28. KH. Hammadullah Dimyati pengasuh PP Nahdhotul Tullab Seruno Banyuwangi
29. KH. Abdul Hamzah Juwaini pengasuh PP Tretek Kediri
30. KH. Maimoen Nur pengasuh PP Tsamrotul Roudhoh Banyuwangi.
31. KH. Syafi’ Misbah pengasuh PP. Al Hidayah Tanggulangin Sidoarjo
32. KH. Hamzah Hasan pengasuh PP. Tambihul Ghofilin Mantri Anom Banjarnegara
33. KH. Muhammad Husni Sa’id pengasuh PP. Majlisut Ta’lim dan Da’wah At Tauhidiyyah Giren Tegal.
34. KH. Mustofa Aqil, Pengasuh PP. Kempek Cirebon
35. KH. Zuhrul Anam Hisyam Pengasuh PP. At Taujih Al Islamy Leler Banyumas.
36. KH. Sholahuddin Munsif Kencong Jember.
37. KH. Ahmad Baha’uddin Nursalim, pengasuh PP. LP3IA Narukan Kragan Rembang.
38. KH. Ahmad Nawawi Cholil, pengasuh PP. An Nawawiyyah Rembang.
39. KH. Mizan Basyari, pengasuh PP. Kebonsari Madiun.
40. KH. A’wani, Rois Syuriah PWNU Jateng.
41. Dan lain-lain.
Jasa dan Karya Beliau
Pada tahun 1965 beliau mengabdikan diri
untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi dengan
berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau.
Pesantren yang sekarang dikenal dengan nama Al Anwar. Satu dari sekian
pesantren yang ada di Sarang.
Keharuman nama dan kebesaran beliau
sudah tidak bisa dibatasi lagi dengan peta geografis. Banyak sudah
ulama-ulama dan santri yang berhasil “jadi orang” karena ikut di-gulo
wentah dalam pesantren beliau. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang
beliau miliki tidak cuma membesarkan jiwa beliau secara pribadi, tapi
juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan
ilmu dari Beliau.
Kemudian sekitar tahun 2008 beliau
kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Anwar
2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan
pengasuhannya kepada putranya KH. Ubab Maimoen. Dan sekitar tahun 2013
PP. Al Anwar berkembang lagi dengan berdirinya PP. Al Anwar 3, yang
kemudian diasuh oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen.
PP Al Anwar yang berada di kampung
Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH. Maimun Zubair
pada tahun 1967. Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok
pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH. Zubair Dahlan.
Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla. Pada
perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek
bangunan, yaitu komplek A, B dan C.
Komplek B dikembangkan oleh KH. Abdul
Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah. Sedang komplek A
dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh KH. Maimun Zubair, putra KH.
Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk
melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya
berpenghasilan rendah sebagai nelayan.
Perkembangan jumlah santri PP. Al-Anwar
yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik. Pada
tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya
yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah
kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina. Seiring dengan
bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan.
Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul
Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang
yang lain. Terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP. Al-Anwar berlantai
lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid
PP. Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai
tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah
al Mukarromah.
Tokoh Nasional Tradisional
Mbah Moen banyak dikenal dan mengenal
erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari
basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan
bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya
untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan
kebiasaan di pesantren sekalipun.
Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD
kabupaten Rembang selama 7 tahun. Setelah berakhirnya masa tugas, beliau
mulai berkonsentrasi mengurus pondoknya yang baru berdiri selama
sekitar 7 atau 8 tahun. Tapi rupanya tenaga dan pikiran beliau masih
dibutuhkan oleh negara sehingga beliau diangkat menjadi anggota MPR RI
utusan Jateng selama tiga periode. Dalam dinia politik beliau tergolong
kiyai yang adem-ayem. Di saat NU sedang ramai mendirkan PKB (1998) Mbah
Moen lebih memilih diam dan istiqomah di PPP, partai dengan gambar
Ka’bah.
Pada tahun 1977, KH. Maimun Zubair
mengembangkan pesantren dengan mendirikan PP putri Al-Anwar. berawal
dari sebidang tanah yang dimiliki dan hasil pembelian tanah milik
tetangga, beliau termotivasi akan kondisi masyarakat sekitar pada saat
itu yang belum rutin mengerjakan sholat 5 waktu serta minimnya kemampuan
mereka dalam membaca Al Qur’an. Sebagai langkah awal, lalu dibangunlah
sebuah musholla di belakang rumah yang semula berdindingkan anyaman
bambu. Kini jumlah santri PP. Al Anwar putra dan putri diperkirakan
sekitar 6000-7000 santri.
Wallahu A’lam.
Sumber: Wiki.Aswaja.NU
Sosialisasi Penggunaan Dana Desa Kepada Seluruh Kades di Pati
Posted by Cerita apa | Sabtu, 03 Oktober 2015 | Posted in gallery, Kabar Desa, Pemerintahan, ragam
Desa |
KendengPos.Com-Untuk memberikan wawasan dan penjelasan tentang seluk beluk mengenai penganggaran, pengalokasian, pemanfaatan, penyaluran, monitoring serta evaluasi dana desa, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI Dr. Boediarso Teguh Widodo, ME mendampingi Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Djoko Udjianto, MM. melakukan sosialisasi kebijakan dana desa pada seluruh Kepala Desa di kabupaten Pati, bertempat di Pendopo, Sabtu (3/10/2015).
Ia mengutarakan pentingnya pengetahuan tersebut bagi para pemangku kepentingan yang terlibat pengalokasian dana desa. “Infomasi ini wajib diketahui para pemangku kepentingan pengalokasian dana desa mulai dari pemerintah daerah sampai kepada para kepala desa, lebih-lebih kepala desa yang merupakan ujung tombak dari pelaksanaan dana desa,” kata Boediarso pada harianpati.com.
Tahun ini, 401 desa di seluruh kab. Pati rata-rata akan menerima dana desa sekitar Rp. 277 juta yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi, sumber kemakmuran masyarakat, sumber penciptaan lapangan kerja, dan sumber penghasilan masyarakat.
Ia menggambarkan, jika dari total anggaran tersebut digunakan untuk empat proyek pembangunan desa, maka satu proyek memiliki anggaran sekitar 70 juta rupiah.
“Dengan empat proyek yang tiap proyeknya bisa menyerap hingga 40 tenaga kerja dari penduduk setempat, dan diberi upah sebesar Rp 50.000,- maka dalam 10 hari saja, sudah bisa memberi tambahan penghasilan bagi warga desa sebesar Rp 500.000,-. Lumayan kan? Apalagi biaya hidup di desa tidak tinggi,” paparnya.
Sedangkan sisanya dialokasikan di bidang lainnya, sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri tentang penyaluran dan penggunaan dana desa yang harus dipatuhi meliputi tiga prinsip.
“Satu untuk rehabilitasi pembangunan sarana prasarana dasar, seperti jalan desa, jembatan, irigasi, dan posyandu. Kedua untuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti di bidang pendidikan baik Paud, Polindes, ataupun Posyandu. Ketiga untuk pemberdayaan masyarakat dengan mengembangkan ekonomi local seperti untuk pembentukan badan usaha desa, baik pertanian, tenun, dan bisa juga berupa pembinaan kelompok-kelompok usaha desa lainnya,” jelasnya.
Dengan demikian, dana desa diharapkan bisa produktif sekaligus mampu mendorong percepatan ekonomi nasional. Selain tercapainya pembangunan di tingkat desa, juga mampu membuka banyak lapangan kerja baru.
“Prinsipnya dana desa dikelola dengan swakelola. Menggunakan bahan baku material setempat dan padat karya. Ini adalah bentuk stimulant baru untuk menghadapi perlambatan ekonomi. Sehingga bisa menjadi sumber pertumbuhan baru bagi daerah, sesuai cita nasional untuk membangun dari pinggir, dari daerah, dari pedesaan,” tegasnya.
Sementara itu, Djoko Udjianto menekankan kepada Kepala Desa untuk menggunakan dana desa secara bijak dan tertib administrasi.
“Jangan sampai ada salah pengelolaan dana desa ini. Saya tidak takutkan niat jelak dari kepala desa karena saya yakin para Kades akan menggunakan dana tersebut untuk pembangunan di desa. Yang saya takutkan tertib administrasinya,” katanya.
Jika perencanaan sudah baik hingga pelaksanaannya, ia mengajak para Kades untuk tidak ragu-ragu berjuang demi kesejahteraan masyarakat di desa.
Sumber : www.harianpati.com
Dialektika Ujian Nasional
Posted by Cerita apa | | Posted in gallery, Head, Pendidikan, ragam
Lingkar Studi Muballigh, “Dialektika
Ujian Nasional”, Jum’at,
26 Desember 2014 di Masjid Gandok Mulia, PP Takwinul
Muballighin.
Dialektika
Ujian Nasional
oleh:
Vivit Nur Arista Putra
ilustrasi |
Jika
pembaca kritis mengkaji sebenarnya UN mengabaikan pendidik sebagai evaluator
pendidikan. UU Sisdiknas BAB XVI perihal evaluasi pendidikan pasal 58
mengungkapkan “Evaluasi hasil belajar mengajar peserta didik dilakukan oleh pendidik
untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara kesinambungan”. Kedua, dipilihnya mata pelajaran (mapel) tertentu saja yang diujikan
dengan standar kelulusan nasional menjadikan anak berfikir konvergen (satu
arah) dan cenderung mengabaikan mapel lain. Ketiga, penyelenggaraan UN selama
tiga hari atau dua jam per hari tidaklah menghargai proses belajar mengajar
peserta didik selama tiga tahun. Keempat, Jika UN terus berlangsung, efek
mendasarnya akan merusak sistem pendidikan. Bayangkan, menjelang UN per sekolah
pasti akan menggelar uji coba (try out).
Hal ini tentu mengurangi beban belajar yang mestinya diperoleh siswa. Proses
belajar mengajar seperti bimbingan belajar yang hanya diajari trik pemecahan
soal dengan kisi-kisi yang disiapkan akibatnya ruh keilmuan yang ditularkan
seakan tiada.
Insiden UN ini juga berimbas pada psikis atau mental pendidik dan
peserta didik. Cara pandang dan cara mengajar guru menjadi pragmatis. Mengukur
keberhasilan dari segi hasil, bukan serangkaian proses. Sekolah pun akhirnya
hanya akan memfokuskan proses belajar-mengajar pada mapel yang diujikan di UN,
karena hasil UN menyangkut prestise satuan pendidikan. Peserta didik pun
demikian, pola belajar mereka menjadi monoton satu arah pada mapel yang
ditawarkan di UN dan kemungkinan besar mengabaikan mapel lainnya. Inilah yang berpotensi
memunculkan kecurangan massal, antara pendidik, peserta didik, bahkan sekolah.
Kesemuanya dilakukan demi satu kata pragmatis; lulus.
Revisi UN, Terapkan KTSP
Polemik ujian nasional mencapai klimaksnya ketika Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan pemerintah atas perkara ujian nasional. Keputusan ini didasari pertimbangan yang matang, bahwa pemerintah memang belum meningkatkan kualitas pendidik secara merata, sarana prasarana yang komplit, dan akses informasi yang menyeluruh hingga daerah pedalaman. Jika dinalar inilah problem pendidikan yang sesungguhnya, UN hanyalah persoalan yang mengapung di akhir tahun saja dalam evaluasi pendidikan.
Malangnya pemerintah masih saja berkilah bahwa ketiga hal di muka dalam proses renovasi. Tapi sampai kapan? Tentu inilah pertanyaan publik yang mengemuka. Mengingat sudah 64 tahun negeri ini merdeka, tetapi layanan pendidikan masih jauh dari asa. Maka perhelatan UN menjadi sangat diskriminatif, karena kemampuan antardaerah sangat timpang dalam memenuhi delapan standar pendidikan sesuai PP No.19/2005 yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Provinsi berkota besar umumnya sudah memenuhi prasyarat di atas. Tetapi bagi daerah pedalaman sangatlah bertolak belakang. Alur nalarnya seharusnya, pemerintah melengkapi terlebih dahulu delapan standar pendidikan sebelum mengeluarkan kebijakan UN.
Mencermati dan menyadari beragamnya potensi satuan pendidikan, sudah sepantasnya pemerintah menyerahkan mekanisme pendidikan dan evaluasinya pada sekolah masing-masing. Apa gunanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dicetuskan sejak 2006 jika tidak dilaksanakan. KTSP memberikan kesempatan lebih kepada sekolah dan pendidik untuk mengelola pendidikan secara mandiri sebagai konsekuensi dari desentralisasi pendidikan, yang dikembangkan berdasarkan potensi, kebutuhan, kepentingan pendidik, dan lingkungan setempat.
Polemik ujian nasional mencapai klimaksnya ketika Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan pemerintah atas perkara ujian nasional. Keputusan ini didasari pertimbangan yang matang, bahwa pemerintah memang belum meningkatkan kualitas pendidik secara merata, sarana prasarana yang komplit, dan akses informasi yang menyeluruh hingga daerah pedalaman. Jika dinalar inilah problem pendidikan yang sesungguhnya, UN hanyalah persoalan yang mengapung di akhir tahun saja dalam evaluasi pendidikan.
Malangnya pemerintah masih saja berkilah bahwa ketiga hal di muka dalam proses renovasi. Tapi sampai kapan? Tentu inilah pertanyaan publik yang mengemuka. Mengingat sudah 64 tahun negeri ini merdeka, tetapi layanan pendidikan masih jauh dari asa. Maka perhelatan UN menjadi sangat diskriminatif, karena kemampuan antardaerah sangat timpang dalam memenuhi delapan standar pendidikan sesuai PP No.19/2005 yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Provinsi berkota besar umumnya sudah memenuhi prasyarat di atas. Tetapi bagi daerah pedalaman sangatlah bertolak belakang. Alur nalarnya seharusnya, pemerintah melengkapi terlebih dahulu delapan standar pendidikan sebelum mengeluarkan kebijakan UN.
Mencermati dan menyadari beragamnya potensi satuan pendidikan, sudah sepantasnya pemerintah menyerahkan mekanisme pendidikan dan evaluasinya pada sekolah masing-masing. Apa gunanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dicetuskan sejak 2006 jika tidak dilaksanakan. KTSP memberikan kesempatan lebih kepada sekolah dan pendidik untuk mengelola pendidikan secara mandiri sebagai konsekuensi dari desentralisasi pendidikan, yang dikembangkan berdasarkan potensi, kebutuhan, kepentingan pendidik, dan lingkungan setempat.
Oleh sebab itu, evaluasi pendidikan menurut PP
No. 19/ 2005 yang bermakna "kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan", haruslah dikembalikan pada satuan pendidikan
setempat sebagai konsekuensi logis penerapan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yakni memberi otonomi pada sekolah, dan menjadi pekerjaan
rumah pemerintah untuk mengembangkan KTSP secara serentak.